Dilihat dari berbagai aspek, seperti potensi sumberdaya yang dimiliki, arah kebijakan pembangunan nasional, potensi pasar domestik dan internasional produk-produk agribisnis, dan peta kompetisi dunia, Indonesia memiliki prospek untuk mengembangkan sistem agribisnis. Prospek ini secara aktual dan faktual ini didukung oleh hal-hal sebagai berikut:
Pertama, pembangunan sistem agribisnis di Indonesia telah menjadi keputusan politik. Rakyat melalui MPR telah memberi arah pembangunan ekonomi sebagaimana dimuat dalam GBHN 1999-2004 yang antara lain mengamanatkan pembangunan keunggulan komparatif Indonesia sebagai negara agraris dan maritim. Arahan GBHN tersebut tidak lain adalah pembangunan sistem agribsinis.
Kedua, pembangunan sistem agribisnis juga searah dengan amanat konstitusi yakni No. 22 tahun 1999, UU No. 25 tahun 1999 dan PP 25 tahun 2000 tentang pelaksanaan Otonomi Daaerah. Dari segi ekonomi, esensi Otonomi Daerah adalah mempercepat pembangunan ekonomi daerah dengan mendayagunakan sumberdaya yang tersedia di setiap daerah, yang tidak lain adalah sumberdaya di bidang agribinsis. Selain itu, pada saat ini hampir seluruh daerah struktur perekonomiannya (pembentukan PDRB, penyerapan tenagakerja, kesempatan berusaha, eskpor) sebagian besar (sekitar 80 persen) disumbang oleh agribinsis. Karena itu, pembangunan sistem agribisnis identik dengan pembangunan ekonomi daerah.
Ketiga, Indonesia memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) dalam agribisnis. Kita memiliki kekayaan keragaman hayati (biodivercity) daratan dan perairan yang terbesar di dunia, lahan yang relatif luas dan subur, dan agroklimat yang bersahabat untuk agribisnis. Dari kekayaan sumberdaya yang kita miliki hampir tak terbatas produk-produk agribisnis yang dapat dihasilkan dari bumi Indoensia. Selain itu, Indonesia saat ini memiliki sumberdaya manusia (SDM) agribisnis, modal sosial (kelembagaan petani, local wisdom, indegenous technologies) yang kuat dan infrastruktur agribisnis yang relatif lengkap untuk membangun sistem agribisnis.
Keempat, pembangunan sistem agribisnis yang berbasis pada sumberdaya domestik (domestic resources based, high local content) tidak memerlukan impor dan pembiayaan eksternal (utang luar negeri) yang besar. Hal ini sesuai dengan tuntutan pembangunan ke depan yang menghendaki tidak lagi menambah utang luar negeri karena utang luar negeri Indonesia yang sudah terlalu besar.
Kelima, dalam menghadapi persaingan ekonomi global, Indonesia tidak mungkin mampu bersaing pada produk-produk yang sudah dikuasai negara maju. Indonesia tidak mampu bersaing dalam industri otomotif, eletronika, dll dengan negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, Jerman atau Perancis. Karena itu, Indonesia harus memilih produk-produk yang memungkinkan Indonesia memiliki keunggulan bersaing di mana negara-negara maju kurang memiliki keunggulan pada produk-produk yang bersangkutan. Produk yang mungkin Indonesia memiliki keunggulan bersaing adalah produk-produk agribisnis, seperti barangbarang dari karet, produk turunan CPO (detergen, sabun, palmoil, dll). Biarlah Jepang menghasilkan mobil, tetapi Indonesia menghasilkan ban-nya, bahan bakar (palmoil diesel), palmoil-lubricant.
Namun dari segi potensi pasar (demandside), pengembangan sistem agribisnis di Indonesia juga prospektif dengan alasan-alasan berikut ini
Pengeluaran terbesar penduduk dunia adalah untuk barang-barang pangan (makanan, minuman), sandang (pakaian), papan (bahan bangunan dari kayu, kertas), energi serta produk farmasi dan kosmetika. Kelima kelompok produk tersebut merupakan kebutuhan dasar bagi masyarakat dunia. Sebagian besar dari kelompok produk tersebut dihasilkan dari agribisnis. Bahkan melihat kecenderungan perubahan di masa depan, agribisnis merupakan satu-satunya harapan untuk menyediakan kelima kelompok produk tersebut.
Di bidang pangan, kemampuan negara-negara maju untuk menghasilkan bahan pangan makin terbatas, baik karena kelangkaan lahan maupun karena kalah bersaing dengan produkproduk non agribisnis. Hasil penelitian FAO mengungkapkan bahwa pertumbuhan produksi bahan pangan dunia ke depan akan mengalami penurunan. Pada periode tahun 1970-1990, pertumbuhan pangan dunia masih mampu mencapai 2,3 persen per tahun, pada periode 1990- 2010 pertumbuhan pangan dunia akan turun menjadi 1,8 persen per tahun.
Penurunan produk pangan dunia akan lebih cepat terjadi pada produksi bahan pangan ikan dan daging sapi. Dari 17 wilayah penangkapan ikan dunia saat ini, hanya tiga wilayah penangkapan ikan (termasuk perairan Indonesia) yang masih dapat dieksploitasi (under fishing), sedangkan wilayah lainnya sudah over fishing. Kemudian, penurunan produksi daging sapi dunia akan terjadi terutama akibat munculnya penyakit sapi gila, penyakit mulut dan kuku, antraks di daratan Eropa akhir-akhir ini. Perlu dicatat bahwa hanya lima negara yakni, USA, Australia, Kanada, Selandia Baru dan Indonesia yang diakui dunia sebagai negara yang bebas penyakit hewan berbahaya (yang berarti hanya negara tersebut bebas mengekspor ke negara lain).
Kecenderungan situasi pangan dunia masa depan tersebut memberi peluang bagi agribisnis Indonesia. Indonesia yang masih memiliki ruang gerak luas dalam pengembangan agribisnis bahan pangan berkesempatan untuk memperbesar pangsanya di pasar internasional.
Di bidang barang-barang serat (tekstil, barang-barang karet, kertas, bahan bangunan dan kayu) sedang terjadi beberapa perubahan yang makin menguntungkan Indonesia ke depan. Makin meningkatnya kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya kelestarian lingkungan hidup telah mendorong masyarakat dunia mengkonsumsi barang-barang yang bersifat bio-degradable. Hal ini akan menggeser penggunaan produk petro-fiber baik dalam industri tekstil maupun dalam industri barang-barang dari karet. Penggunaan karet sintetis yang kini mencapai 60 persen dalam industri barang-barang karet dunia akan beralih pada penggunaan karet alam. Demikian juga penggunaan petro-fiber yang mendominansi berbagai bahan baku benang industri tekstil dunia, akan digantikan oleh bio-fiber (serat tanaman) seperti rayon. Sementara itu, produk kertas dunia juga sedang bergeser dari dominansi negaranegara Skandinavia ke negara tropis termasuk Indonesia yang secara alamiah paling efisien memproduksi serat alam. Kecenderungan pasar serat dunia yang demikian akan memberi peluang bagi Indonesia yang memiliki keunggulan komparatif dalam produksi serat alam.
Di bidang energi dunia juga sedang terjadi perubahan yang fundamental. Selama ini sumber energi utama dunia adalah dari sumberdaya mineral (petroleum). Namun cadangan minyak dunia makin tipis, bahkan menurut OECD Outlook 2001, persediaan minyak dunia tahun 2001 berada pada titik terendah. Sementara alternatif energi seperti energi nuklir terbukti beresiko tinggi (kasus Rusia, Jepang). Hal ini memicu harga minyak dunia meningkat menjadi US$ 25-30/barel. Kelangkaan energi dunia ini memberi kesempatan untuk mengembangkan bio-energi seperti palmoil-diesel (dari minyak sawit), ethanol (dari tebu). Hal ini memberi prospek baru bagi Indonesia sebagai salah satu produsen minyak sawit terbesar di dunia.
Kelangkaan petro-energi tersebut juga akan berdampak pada industri-industri yang berbasis pada petro kimia, seperti pupuk, pestisida, detergent, dll. Industri petro-pesticida akan bergeser kepada bio-pesticide, industri petro-detergent akan beralih pada bio-detergent dan industri petro-fertilizer akan beralih kepada bio-fertilizer. Perubahan ini juga membuka peluang bagi negara-negara agribisnis seperti Indonesia.
Kemudian dalam bidang farmasi dan kosmetika juga sedang terjadi proses perubahan yang makin menguntungkan negara-negara agribisnis seperti Indonesa. Makin meningkat kebutuhan hidup akan kebugaran (fittness), hidup sehat dan cantik, akan meningkatkan permintaan akan produk-produk farmasi, toiletries (sabun kecantikan; shampo, detergent, odol, dll). Indonesia yang memiliki kekayaan keragaman biofarmaka terbesar seperti tanaman, obat-obatan, tanaman minyak atsiri dan penghasil minyak olein (minyak sawit, minyak kelapa) berkecenderungan untuk menjadi satu global player pada industri bio-farmasi dan kosmetika.
Selain itu, pasar domestik Indonesia juga sangat besar bagi produk-produk agribisnis. Konsumsi produk agribisnis masyarakat Indonesia masih tergolong terendah di dunia, kecuali konsumsi beras. Karena itu, pasar produk agribisnis di Indonesia masih akan terus bertumbuh setidak-tidaknya sampai 20 tahun ke depan. Dengan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia, dan disertai dengan peningkatan pendapatan (setelah keluar dari krisis), pasar domestik Indonesia untuk produk-produk agribisnis akan bertumbuh dan dengan market size yang cukup besar.
0 komentar:
Posting Komentar