Senin, 11 Januari 2016

Bayi Tabung Menurut Agama Dan Dampaknya


Bayi tabung adalah salah satu metode untuk mengatasi masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil. Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair.

Teknik atau Cara Inseminasi
Ada beberapa teknik Inseminasi buatan yang telah dikembangkan di dunia kedokteran, antara lain sebagai berikut :
1. Fertilization in Vitro (FIV) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri kemudian diproses di vitro (tabung) dan setelah terjadi pembuahan, lalu ditransfer dirahim istri.
2. Gamet Intra Felopian Tuba (GIFT) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri, dan setelah dicampur terjadi pembuahan, maka segera ditanam disaluran telur.(Tuba palupi).

Teknik kedua ini lebih alamiah daripada teknik pertama, sebab sperma hanya bisa membuahi ovum di tuba palupi setelah terjadi ejakulasi (pancaran mani) melalui hubungan seksual. 

Masalah bayi tabung/inseminasi buatan telah banyak dibicaraka dikalangan Islam dan di luar kalangan Islam, baik di tingkat nasional maupun di tingkat Internasional. Misalnya Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam muktamarnya tahun 1980 mengharamkan bayi tabung dengan donor sperma). Lembaga Fiqh Islam OKI (Organisasi Konferensi Islam) mengadakan sidang di Amman pada tahun 1986 untuk membahas bebrapa teknik inseminasi buatan/bayi tabung, dengan mengharamkan bayi tabung dengan sperma dan/atau ovum donor). Vatikan secara resmi tahun 1987 telah mengancam keras pembuahan buatan, bayi tabung, ibu titipan, dan seleksi jenis kelamin anak, karena di pandang tak bermoral dan bertentangan denagan harkat dan martabat manusia). Kemudian Kartono Muhammad, Ketua IDI (Ikatan Dokter Indonesia) memberi informasi, bayi tabung pertama Indonesia yang diharapkan lahir di Indonesia sekitar bulan Mei yang ditanda tangani oleh dokter-dokter Indonesia sendiri. Ia mengharapkan agar masyarakat Indonesia bisa memahami dan menerima bayi tabung dengan syarat sel sperma dan ovum dari suami istri sendiri. )    

Dasar Hukum Inseminasi
1.Hukum Bayi Tabung/Inseminasi Buatan Menurut Islam
Kalau kita hendak mengkaji masalah bayi tabung dari segi hukum Islam, maka harus dikaji dengan memakai metode ijtihad yang lazim dipakai oleh para ahli ijtihad,, agar hukum  ijtihadnya sesuai dengan prinsip-prinsip dan jiwa Al-Qur’an dan sunah yang menjadi pegangan umat islam. Sudah tentu ulama yang melaksanakan ijtihad tentang masalah ini, memrlukan informasi yang cukup tentang teknik dan proses terjadinya bayi tabung dari  cendikiawan Muslim yang ahli dalam bidang studi yang relevan dengan masalah ini, misalnya ahli kedoktera dan ahli biologi. Dengan pengkajian secara multidisipliner ini, dapat ditemukan hukumnya yang proporsional dan mendasar).


Bayi tabung/Inseminasi buatan apabila dilakukan dengan sel sperma dan ovum suami istri sendiri dan tidak ditransfer embrionya ke dalam rah8im wanita lain termasuk istrinya sendiri yang lain (bagi suami yang berpoligami), maka islam membenarkan , baik dengan cara mengambil sperma suami, kemudian disuntikkan kedalam vagina atau uterus istri, maupun dengan cara pembuahan dilakukan di luar rahim, kemudian buahnya ( vertilized ovum ) di tanam di dalam rahim istri, asal keasaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan untuk memperoleh anak, karena dengan cara pembuahan alami, suami istri tidak berhasil memperoleh anak. Hal ini sesuai dengan kaidah hukum Fiqh Islam :

ا لحا جة تنز ل منز لة الضرورة والضرورة تبيح المحظورا ت     
 Artinya: “Hajat ( kebutuhan yang sangat penting itu ) diperlakukan seperti dalam keadaan terpaksa (emergency), Padahal keadaan darurat/terpaksa itu membolehkan melakukan hal-hal yang terlarang.”

Sebaliknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma dan atau ovum, maka di haramkan, dan hukumnya sama dengan zina  (prostitusi). Dan sebagai akibat hukumnya, anak hasil inseminasi tersebut tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan  dengan ibu yang melahirkannya).

Menurut hemat penulis, dalil-dalil syar’i dapat menjadi landasan hukum untuk  mengharamkan inseminasi buatan dengan donor, ialah sebagai berikut :
1.    Al-Qur’an Surah Al-Isra ayat 70 :

Artinya: “Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”

Surah At-Tin ayat 4 :
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”

Kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan/keistemewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Dan Tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia, maka sudah seharusnya manusia bisa menghormati martabatnya sendiri dan juga menghornati martabat sesama manusia. Sebaliknya inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya merendahkan harkat manusia (human dignity) sejajar dengan hewan yang diinseminasi.

2.    Hadits Nabi SAW:

لايحل لامر ىء يؤ من با الله و اليو م الا خر أن يسقي ما ءه زرع غيره (الحد يث)

Artinya: “Tidak halal bagi seseorang yang beriman pada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina istri orang lain).” (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, dan hadits ini dipandang shahih oleh Ibnu Hibban). )

Dampak Negatif atau Mafradah Inseminasi
Kita dapat memaklumi bahwa inseminasi buatan, bayi tabung dengan donor sperma dan atau ovum lebih mendatangkan madaratnya daripada maslahahnya. Maslahahnya adalah bisa membantu pasangan suami istri yang keduanya atau salah satunya mandul atau ada hambatan alami pada suami dan/atau istri yang menghalangi bertemunya sel sperma dengan sel telur. Misalnya karena saluran telurnya (tuban palupii) terlalu sempit atau ejakulasinya (pancaran sperma) terlalu lemah. Namun, mafsadah inseminasi buatan bayi tabung itu jauh lebih besar, antara lain sebagai berikut:
1.    Pencampuran nasab, padahal Islam sangat menjaga kesucian kehormatan kelamin dan kemurnian nasab, karena ada kaitannya dengan ke-mahram-an (siapa yang halal dan siapa yang haram dikawini) dan kewarisan.
2.    Bertentangan dengan sunnatullah atau hukum alam.
3.    Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi/zina, karena terjadi percampuran sperma dengan ovum tanpa perkawinan yang sah.
4.    Kehadiran anak hasil inseminasi buatan bisa menjadi konflik de dalam rumah tangga, terutama bayi tabung dengan bantuan donor merupakan anak yang sangat unik yang bisa berbeda sekali bentuk dan sifat-sifat fisil dan karakter/mental si anak dengan bapak-ibunya.
5.    Anak hasil inseminasi buatan/bayi tabung yang percampuran nasabnya terselubung dan sangat dirahasiakan donornya adalah lebih jelek daripada anak adopsi yang pada umumnya diketahui asal/nasabnya.
6.    Bayi tabung lahir tanpa proses kasih sayang yang alami (natural), terutama bagi bayi tabung lewat ibu titipan yang harus menyerahkan bayinya kepada pasangan suami istri yang punya benihnya, sesuai dengan kontrak, tidak terjalin hubungan keibuan antara anak dengan ibunya secara alami (perhatikan Al-Qur’an surah Luqman ayat 14 dan Al-Ahqaf ayat 15).

Mengenai status/anak hasil inseminasi dengan ddonor sperma dan/atau ovum menurut hukum Islam adalah tidak sah dan  statusnya sama dengan anak hasil prostitusi. Dan kalau kita perhatikan bunyi pasal 42 UU Perkawinan No. 1/1974 :” Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah “; maka tampaknya memberi pengertian bahwa bayi tabung/anak hasil inseminasi dengan bantuan donor dapat dipandang pula sebagai anak yang sah., karena ia pun lahir dalam atau sebagai akibat dari perkawinan yang sah. Namun, kalau kita perhatikan pasal-pasal dan ayat-ayat lain dalam UU perkawinan ini, terlihat bagaimana besarnya peranan agama yang cukup dominan dalam pengesahan sesuatu yang berkaitan dengan perkawinan. Misalnya pasal 2  (1) tentang pengesahan perkawinan, pasal 8 (f) tentang larangan  kawin antara dua orang karena agama melarangnya, pasal 29 ayat 2 (sahnya perjanjian perkawinan), dan pasal 37 dengan penjelasannya  (pengaturan harta bersama dalam perkawinan bisa terjadi perceraian), ) dan lagi Negara kita tentunya tidak mengizinkan inseminasi buatan denga sperma dan/atau ovum donor, karena tidak sesuai dengan Pancasila, UUD 1945 pasal 29 ayat 1,dan bangsa Indonesia yang religious itu. Karena itu, Pasal 42 UU perkawinan No. 1 1974  harus dipahami dan interpresentasi tanpa lepas kaitannya dengan pasal-pasal dan ayat-ayat lainnya and Pancasila serta UUD 1945 di atas,atau pasal 42 UU perkawinan itu perlu diberi tambahan   penjelasan sehubungan dengan adanya teknologi bayi tabung/inseminasi butan dengan donor atau dengan transfer embrio ke rahim ibu titipan/kontrakan.

Asumsi Menteri Kesehatan bahwa masyarakat Indonesia  termasuk kalangan agama yang nantinya bisa menerima bayi tabung seperti halnya KB. Namun harus diingat bahwa kalangan agama bisa menerima KB karena pemerintah tidak memaksakan alat/cara KB yang bertentangan dengan agama, seperti sterilisasi, menstrual Regulation dan Abortus. Karena itu, diharapkan pemerintah juga hanya mau mengizinkan praktek inseminasi/bayi tabung yang tidak bertentangan dengan prinsip agama, dalam hal ini Islam melarang sama sekali percampuran nasab dengan perantaraan sperma dan/atau ovum donor. )

0 komentar:

Posting Komentar