Banyak studi mengenai inflasi di negara-negara berkembang, menunjukan bahwa inflasi bukan semata-mata merupakan fenomena moneter, tetapi juga merupakan fenomena struktural atau cost push inflation. Hal ini disebabkan karena struktur ekonomi negara-negara berkembang seperti “Indonesia” pada umumnya yang masih bercorak agraris. Sehingga, goncangan ekonomi yang bersumber dari dalam negeri, misalnya gagal panen, atau hal-hal yang memiliki kaitan dengan hubungan luar negeri, misalnya memburuknya term of trad, utang luar negeri dan kurs valuta asing, dapat menimbulkan fluktuasi harga di pasar domestik. Fenomena struktural yang disebabkan oleh kesenjangan atau kendala struktural dalam perekonomian di negara berkembang, sering disebut dengan structural bottlenecks, Strucktural bottleneck.
Perkembangan inflasi di Indonesia
Seperti halnya yang terjadi pada negara-negara berkembang pada umumnya, fenomena inflasi di Indonesia masih menjadi satu dari berbagai “penyakit ekonomi makro” yang meresahkan pemerintah terlebih bagi masyarakat. Memang, menjelang akhir pemerintahan Orde Baru (sebelum krisis moneter) angka inflasi tahunan dapat ditekan sampai pada single digit, tetapi secara umum masih mengandung kerawanan jika dilihat dari seberapa besar prosentase kelompok masyarakat golongan miskin yang menderita akibat inflasi. Lebih-lebih setelah semakin berlanjutnya krisis moneter yang kemudian diikuti oleh krisis ekonomi, yang menjadi salah satu dari penyebab jatuhnya pemerintahan Orde Baru, angka inflasi cenderung meningkat pesat.
Sumber inflasi di indonesia
Apabila ditelaah lebih lanjut, terdapat beberapa faktor utama yang menjadi penyebab timbulnya inflasi di Indonesia, yaitu :
Jumlah uang beredar, Menurut sudut pandang kaum moneteris jumlah uangberedar adalah faktor utama yang dituding sebagai penyebab timbulnya inflasi di setiap negara, tidak terkecuali di Indonesia. Di Indonesia jumlah uang beredar ini lebih banyak diterjemahkan dalam konsep narrow money ( M1 ). Hal ini terjadi karena masih adanya anggapan, bahwa uang kuasi hanya merupakan bagian dari likuiditas perbankan.
Defisit Anggaran Belanja Pemerintah,Seperti halnya yang umum terjadi pada negara berkembang, anggaran belanja pemerintah Indonesia pun sebenarnya mengalami defisit, meskipun Indonesia menganut prinsip anggaran berimbang. Defisitnya anggaran belanja ini banyak kali disebabkan oleh hal-hal yang menyangkut ketegaran struktural ekonomi Indonesia, yang acapkali menimbulkan kesenjangan antara kemauan dan kemampuan untuk membangun.
Jika Dilihat dari sisi harga barang, Indonesia pun masih belum aman dari potensi tekanan inflasi. Ada beberapa risiko gejolak ekonomi, yang mungkin menyebabkan tekanan terhadap laju inflasi tahun 2008.
pertama, proses konsolidasi pasar finansial global terkait dampak krisis subprime mortgage masih belum dapat dipastikan mereda.
Kedua, risiko terkait kenaikan harga minyak dunia.
Ketiga, potensi peningkatan permintaan konsumsi minyak domestik di atas asumsi, terutama yang dipicu tingginya disparitas harga BBM bersubsidi dengan BBM nonsubsidi maupun harga BBM di negara tetangga.
Keempat, kemampuan produksi minyak domestik yang tidak sesuai target. Kelima, persepsi pelaku ekonomi terhadap prospek kesinambungan fiskal dan prospek perekonomian secara keseluruhan terkait dampak kenaikan harga minyak dunia. Kelima risiko itu merupakan ancaman yang bisa membebani pencapaian target inflasi pada 2008 yang ditetapkan 5 persen dengan deviasi 1 persen..
Kebijakan BI dan Pemerintah Mengatasi Inflasi
Bank sentral memainkan peranan penting dalam mengendalikan inflasi. Bank sentral suatu negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar. Beberapa bank sentral bahkan memiliki kewenangan yang independen dalam artian bahwa kebijakannya tidak boleh diintervensi oleh pihak di luar bank sentral termasuk pemerintah. Hal ini disebabkan karena sejumlah studi menunjukkan bahwa bank sentral yang kurang independen salah satunya disebabkan intervensi pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan moneter untuk mendorong perekonomian akan mendorong tingkat inflasi yang lebih tinggi.
Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan tingkat suku bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, bank sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs). Saat ini pola inflation targeting banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk oleh Bank Indonesia.
kebijakan Target Inflasi, merupakan salah satu bentuk kebijakan moneter yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia dalam upaya pemulihan kondisi ekonomi nasional. Dalam hal ini Bank Indonesia selaku bank sentral menetapkan target laju inflasi untuk periode jangka waktu tertentu. Dengan demikian, kebijakan target inflasi lebih berorientasi ke depan (forward looking) dibanding kebijakan-kebijakan moneter sebelumnya (yang oleh BI disebut juga kebijakan konvensional). Tidak seperti halnya kebijakan moneter konvensional yang senantiasa mempergunakan target antara besaran moneter, dalam target inflasi diperggunakan proyeksi inflasi. Kalaupun harus mempergunakan target antara, biasanya akan digunakan tingkat bunga jangka pendek.
Adapun langkah Kebijakan lain yang dilakukan yaitu, berupa solusi pencegah laju inflasi, yang didasarkan pada lima poin:
Pertama, kemampuan dalam menjaga keseimbangan permintaan dan pasokan (output gap).
Kedua, menjaga kestabilan nilai tukar rupiah.
Ketiga, menjaga agar ekspektasi inflasi berada pada level yang rendah.
Keempat, meminimalisasikan dampak administered price.
Kelima, menjaga ,kecukupan pasokan dan kelancaran distribusi volatile food.
Obat ini hanya bisa diterapkan jika pemerintah dan Bank Indonesia benar-benar satu kata dan bekerja sama menekan laju inflasi. Inflasi harus menjadi perhatian utama karena merupakan potret yang terjadi di tengah masyarakat. Semakin tinggi laju inflasi, maka semakin rendah kesejahteraan masyarakat, karena nilai setiap sen uang yang dipegang orang terus menurun dan daya beli akan melorot.
Perkembangan inflasi di Indonesia
Seperti halnya yang terjadi pada negara-negara berkembang pada umumnya, fenomena inflasi di Indonesia masih menjadi satu dari berbagai “penyakit ekonomi makro” yang meresahkan pemerintah terlebih bagi masyarakat. Memang, menjelang akhir pemerintahan Orde Baru (sebelum krisis moneter) angka inflasi tahunan dapat ditekan sampai pada single digit, tetapi secara umum masih mengandung kerawanan jika dilihat dari seberapa besar prosentase kelompok masyarakat golongan miskin yang menderita akibat inflasi. Lebih-lebih setelah semakin berlanjutnya krisis moneter yang kemudian diikuti oleh krisis ekonomi, yang menjadi salah satu dari penyebab jatuhnya pemerintahan Orde Baru, angka inflasi cenderung meningkat pesat.
Sumber inflasi di indonesia
Apabila ditelaah lebih lanjut, terdapat beberapa faktor utama yang menjadi penyebab timbulnya inflasi di Indonesia, yaitu :
Jumlah uang beredar, Menurut sudut pandang kaum moneteris jumlah uangberedar adalah faktor utama yang dituding sebagai penyebab timbulnya inflasi di setiap negara, tidak terkecuali di Indonesia. Di Indonesia jumlah uang beredar ini lebih banyak diterjemahkan dalam konsep narrow money ( M1 ). Hal ini terjadi karena masih adanya anggapan, bahwa uang kuasi hanya merupakan bagian dari likuiditas perbankan.
Defisit Anggaran Belanja Pemerintah,Seperti halnya yang umum terjadi pada negara berkembang, anggaran belanja pemerintah Indonesia pun sebenarnya mengalami defisit, meskipun Indonesia menganut prinsip anggaran berimbang. Defisitnya anggaran belanja ini banyak kali disebabkan oleh hal-hal yang menyangkut ketegaran struktural ekonomi Indonesia, yang acapkali menimbulkan kesenjangan antara kemauan dan kemampuan untuk membangun.
Jika Dilihat dari sisi harga barang, Indonesia pun masih belum aman dari potensi tekanan inflasi. Ada beberapa risiko gejolak ekonomi, yang mungkin menyebabkan tekanan terhadap laju inflasi tahun 2008.
pertama, proses konsolidasi pasar finansial global terkait dampak krisis subprime mortgage masih belum dapat dipastikan mereda.
Kedua, risiko terkait kenaikan harga minyak dunia.
Ketiga, potensi peningkatan permintaan konsumsi minyak domestik di atas asumsi, terutama yang dipicu tingginya disparitas harga BBM bersubsidi dengan BBM nonsubsidi maupun harga BBM di negara tetangga.
Keempat, kemampuan produksi minyak domestik yang tidak sesuai target. Kelima, persepsi pelaku ekonomi terhadap prospek kesinambungan fiskal dan prospek perekonomian secara keseluruhan terkait dampak kenaikan harga minyak dunia. Kelima risiko itu merupakan ancaman yang bisa membebani pencapaian target inflasi pada 2008 yang ditetapkan 5 persen dengan deviasi 1 persen..
Kebijakan BI dan Pemerintah Mengatasi Inflasi
Bank sentral memainkan peranan penting dalam mengendalikan inflasi. Bank sentral suatu negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar. Beberapa bank sentral bahkan memiliki kewenangan yang independen dalam artian bahwa kebijakannya tidak boleh diintervensi oleh pihak di luar bank sentral termasuk pemerintah. Hal ini disebabkan karena sejumlah studi menunjukkan bahwa bank sentral yang kurang independen salah satunya disebabkan intervensi pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan moneter untuk mendorong perekonomian akan mendorong tingkat inflasi yang lebih tinggi.
Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan tingkat suku bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, bank sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs). Saat ini pola inflation targeting banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk oleh Bank Indonesia.
kebijakan Target Inflasi, merupakan salah satu bentuk kebijakan moneter yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia dalam upaya pemulihan kondisi ekonomi nasional. Dalam hal ini Bank Indonesia selaku bank sentral menetapkan target laju inflasi untuk periode jangka waktu tertentu. Dengan demikian, kebijakan target inflasi lebih berorientasi ke depan (forward looking) dibanding kebijakan-kebijakan moneter sebelumnya (yang oleh BI disebut juga kebijakan konvensional). Tidak seperti halnya kebijakan moneter konvensional yang senantiasa mempergunakan target antara besaran moneter, dalam target inflasi diperggunakan proyeksi inflasi. Kalaupun harus mempergunakan target antara, biasanya akan digunakan tingkat bunga jangka pendek.
Adapun langkah Kebijakan lain yang dilakukan yaitu, berupa solusi pencegah laju inflasi, yang didasarkan pada lima poin:
Pertama, kemampuan dalam menjaga keseimbangan permintaan dan pasokan (output gap).
Kedua, menjaga kestabilan nilai tukar rupiah.
Ketiga, menjaga agar ekspektasi inflasi berada pada level yang rendah.
Keempat, meminimalisasikan dampak administered price.
Kelima, menjaga ,kecukupan pasokan dan kelancaran distribusi volatile food.
Obat ini hanya bisa diterapkan jika pemerintah dan Bank Indonesia benar-benar satu kata dan bekerja sama menekan laju inflasi. Inflasi harus menjadi perhatian utama karena merupakan potret yang terjadi di tengah masyarakat. Semakin tinggi laju inflasi, maka semakin rendah kesejahteraan masyarakat, karena nilai setiap sen uang yang dipegang orang terus menurun dan daya beli akan melorot.
0 komentar:
Posting Komentar