Selasa, 26 Januari 2016

Agropolitan Dan Agribisnis Dalam Pembangunan Ekonomi Daerah

Agropolitan
Besarnya biaya produksi dan biaya pemasaran dapat diperkecil dengan meningkatkan faktor-faktor kemudahan pada kegiatan produksi dan pemasaran. Faktor¬faktor tersebut menjadi optimal dengan adanya kegiatan pusat agropolitan. Jadi peran agropolitan adalah untuk melayani kawasan produksi pertanian di sekitarnya dimana berlangsung kegiatan agribisnis oleh para petani setempat. Fasilitas pelayanan yang diperlukan untuk memberikan kemudahan produksi dan pemasaran antara lain berupa input sarana produksi (pupuk, bibit, obat-obatan, peralatan, dan lain-lain), sarana penunjang produksi (lembaga perbankan, koperasi, listrik, dan lain-lain), serta sarana pemasaran (pasar, terminal angkutan, sarana transportasi, dan lain-lain).

Dengan demikian petani atau masyarakat desa tidak perlu harus pergi ke kota untuk mendapatkan pelayanan, baik dalam pelayanan yang berhubungan dengan masalah produksi dan pemasaran maupun masalah yang berhubungan dengan kebutuhan social budaya dan kehidupan setiap hari. Pusat pelayanan diberikan pada setingkat desa, sehingga sangat dekat dengan pemukiman petani, baik pelayanan mengenai teknik berbudidaya pertanian maupun kredit modal kerja dan informasi pasar.

Dalam konsep agropolitan juga diperkenalkan adanya agropolitan district, suatu daerah perdesaan dengan radius pelayanan 5 . 10 km dan dengan jumlah penduduk 50 . 150 ribu jiwa serta kepadatan minimal 200 jiwa/km2. Jasa-jasa dan pelayanan yang disediakan disesuaikan dengan tingkat perkembangan ekonomi dan sosial budaya setempat. Agropolitan district perlu mempunyai otonomi lokal yang memberi tatanan terbentuknya pusat-pusat pelayanan di kawasan perdesaan telah dikenal sejak lama. Pusat-pusat pelayanan tersebut dicirikan dengan adanya pasar-pasar untuk pelayanan masyarakat perdesaan. Mengingat volume permintaan dan penawaran yang masih terbatas dan jenisnya berbeda, maka telah tumbuh pasar mingguan untuk jenis komoditi yang berbeda. Pusat-pusat tersebut berfungsi sebagai pelayanan kebutuhan yang terkait dengan kegiatan yang produktif maupun untuk pelayanan kebutuhan non produktif.

Pada zaman penjajahan, fungsi utama pusat-pusat pelayanan perdesaan dikaitkan dengan kebutuhan pemerintah kolonial atau perusahaan perkebunan maupun pertanian untuk meningkatkan produksi dan atau mengangkut hasil produksi perkebunan. Untuk itu banyak dibangun jaringan rel kereta api yang menghubungkan pusat produksi di perdesaan dengan pusat pengumpulan yang lebih besar untuk diangkut ke luar wilayah dan diekspor ke Eropa. Saat itu kepentingan utamanya adalah untuk menghasilkan produk-produk yang berorientasi pada ekspor yang menguntungkan negara penjajah, mengingat semua keuntungan yang diperoleh dari perkebunan di Indonesia diinvestasikan kembali di negara penjajah. Petani dan negara jajahan tidak mendapat keuntungan sama sekali. Pusat-pusat agropolitan dan agropolitan distrik yang berkembang saat itu sekarang telah berkembang menjadi beberapa kota metropolitan.

Pada zaman kemerdekaan hingga saat ini, pusat-pusat perdesaan relatif masih sama dengan masa sebelumnya, hanya volume dan jenis komoditi yang diperdagangkan mulai berkembang. Program pemerintah dengan menempatkan kantor Koperasi Unit Desa (KUD) dan Badan Usaha Unit Desa (BUUD) dipandang sebagai peningkatan pelayanan kepada kawasan perdesaan dalam menyalurkan sarana produksi (Saprodi) maupun dalam menampung hasil panen. Pelayanan kesehatan juga mulai ditingkatkan di pusat desa maupun pusat kecamatan melalui pembangunan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di setiap kecamatan dan Puskesmas Pembantu pada desa-desa tertentu. Konsep pengembangan agropolitan distrik sebenarnya juga sudah diimplementasikan dengan cara pengembangan kawasan pemukiman baru melalui Pengembangan Unit Pemukiman Transmigrasi, Pengembangan Kawasan Andalan, Pengembangan Kawasan Ekonomi Terpadu (KAPET), dan Pengembangan Kawasan Sentra Produksi (KSP).

Agribisnis
Agribisnis adalah system yang utuh dan saling terkait di antara seluruh kegiatan ekonomi (yaitu subsistem agribisnis hulu, subsistem agribisnis budidaya, subsistem agribisnis hilir, susbistem jasa penunjang agribisnis) yang terkait langsung dengan pertanian. Agribisnis diartikan sebagai sebuah sistem yang terdiri dari unsur-unsur kegiatan :
(1) pra-panen,
(2) panen,
(3) pasca-panen dan
(4) pemasaran.

Perkembangan agribisnis di Indonesia sebagian besar telah mencakup subsistem hulu, subsistem usahatani, dan subsistem penunjang, sedangkan subsistem hilir masih belum berkembang secara maksimal. Industri pupuk dan alat-alat pertanian telah berkembang dengan baik sejak Pelita I hingga saat ini. Telah banyak diperkenalkan bibit atau varietas unggul dalam berbagai komoditi untuk peningkatan produksi hasil pertanian. Demikian juga telah diperkenalkan teknik-teknik bertani, beternak, berkebun, dan bertambak yang lebih baik untuk meningkatkan produktivitas pertanian.

Subsistem penunjang yang bersifat fisik dan fiskal telah lama diperkenalkan kepada para petani. Jaringan irigasi telah banyak dibangun yang mampu mengairi jutaan hektar sawah dan lahan pertanian lainnya, untuk meningkatkan produksi pertanian. Demikian juga fasilitas kredit pertanian telah lama diterapkan untuk meningkatkan produksi dan pemasaran berbagai komoditi pertanian. Meskipun sudah banyak yang telah dilakukan pemerintah dalam upaya mengembangkan agribisnis, tetapi masih terdapat berbagai kendala, terutama dalam menjaga kualitas produk yang memenuhi standar pasar internasional serta kontinuitas produksi sesuai dengan permintaan pasar maupun untuk mampu mendukung suatu industry hilir dari produksi pertanian. Salah satu alternatif untuk menjaga kontinuitas dari kualitas produk adalah dengan mengembangkan kegiatan agribisnis disesuaikan dengan potensi sumber daya alam.

Potensi sumber daya alam tersebut tersebar tidak merata untuk setiap pulau/wilayah/daerah. Oleh sebab itu pengembangannya perlu dikaitkan dengan pengembangan wilayah nasional dan lokal, yang berpedoman kepada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) yang telah mengidentifikasikan kawasan andalan dan kawasan prioritas pengembangan serta jenis pengembangannya. Pengembangan agropolitan sangat diperlukan dalam mendukung agribisnis, yang dimasa mendatang berperan sangat strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. Agropolitan perlu diposisikan secara sinergis dalam sistem pengembangan wilayah. Implementasi konsep agropolitan dalam pengembangan wilayah dilakukan melalui penerapan system pemukiman kota dan pedesaan serta Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK) yang terkait dengan kawasan budidaya dan sistem transportasi.

0 komentar:

Posting Komentar