Selasa, 15 Maret 2016

Pengertian Aqidah Atau Keimanan

Pengertian keimanan atau akidah itu tersusun dari enam perkara yaitu:
1. Ma’rifat kepada Allah, ma’rifat dengan nama-nama-Nya yang mulia dan sifat-sifat-Nya yang tinggi. Juga ma’rifat dengan bukti-bukti wujud atau ada-Nya serta kenyataan sifat keagungan-Nya dalam alam semesta atau di dunia ini.

2. Ma’rifat dengan alam yang ada dibalik alam semesta ini, yakni alam yang tidak dapat dilihat. Demikian pula kebaikan-kebaikan yang terkandung di dalamnya yakni yang berbentuk malaikat, juga kekuatan-kekuatan jahat yang berbentuk iblis dan sekalian tentaranya dari golongan syaithan. Selain itu juga ma’rifat dengan apa yang ada di dalam alam yang lain lagi seperti jin dan ruh.

3. Ma’rifat dengan kitab-kitab Allah Ta’ala yang diturunkan oleh-Nya kepada para rasul. Kepentingsnnya ialah dijadikan sebagai batas untuk mengetahui antara yang hak dan batil, yang baik dan yang jelek, yang halal dan yang haram, juga antara yang bagus dan yang buruk.

4. Ma’rifat dengan nabi-nabi serta rasul-rasul Allah Ta’ala yang dipilih oleh-Nya untuk menjadi pembimbing seluruh makhluk guna menuju kepada yang hak.

5. Ma,rifat dengan hari akhir dan peristiwa-peristiwa yang terjadi disaat itu seperti kebangkitan dari kubur (hidup lagi sesudah mati), memperoleh balasan, pahala atau siksa, surge atau neraka.

6. Ma,rifat kepada takdir (qadha’ dan qadar) yang di atas landasannya itulah berjalannya peraturan segala yang ada di alam semesta ini, baik dalam penciptaan atau cara mengaturnya.

Inilah yang merupakan pengertian pokok dalam keimanan, yakni akidah yang untuk menyiarkannya itulah Allah Ta’ala menurunkan kitab-kitab suci-Nya, mengutus semua Rawsul-Nya dan dijadikan sebagai wasiat-Nya baik untuk golongan awwalin (orarng-orang dahulu) dan golongan akhirin (orang-orang belakangan).

Itulah akidah yang merupakan kesatuan yang tidak akan berubah-ubah karena pergantian zaman atau tempat tidak pula berganti-ganti karena perbedaan golongan atau masyarakat. 

Kata aqidah telah melalui tiga tahap perkembangan makna:
Tahap pertama, aqidah diartikan dengan:
1. Tekad yang bulat (al-‘Azm al-Muakkad)
2. Mengumpulkan (al-Jam’u)
3. Niat (an-Niyah)
4. Menguatkan perjanjian (at-Tauysiq Lil ‘Uqud)
5. Sesuatu yang diyakini dan dianut oleh manusia, baik itu benar atau batil. (Maa Yadiinu Bihi al-Insan Sawa’un Kaana Haqqan au Bathilan).

Tahap kedua, perbuatan hati. Di snilah aqidah mulai diartikan sebagai perbuatan hati sang hamba. Makna ini lebih sempit dari tahap sebelumnya. Dari sni kemudian aqidah didefinisikan sebagai “keimaan yang tidak mengandung kontra”. Makna ini dianggap sebnagai makna yang syar’i.
• Kata iman disini, berarti pembenaran.
• Kata “tidak mengandung kontra” berarti tidak ada sesuatu selain iman dalam hati sang hamba, tidak ada selain bahwa ia beriman kepada-Nya. Maka semua asumsi akan adanya kontra seperti keraguan, dugaan, waham, ketidaktahuan, kesalahan, kelupaan, tidak termasuk dalam batasan ini. Makna inilah yang secara aplikatif berlaku pada tiga zaman paling utama; sahabat, tabi’in, dan tabi’uttabi’in.
Tahap ketiga, di sini aqidah telah memasuki masa kematangan di mana ia telah terstruktur sebagai disiplin ilmu dengan ruang lingkup permasalahan tersendiri. Inilah tahap kemapanan di mana aqidah didefinisikan sebagai “ilmu tentang hukum-hukum syariat dalam bidang aqidah yang diambil dari dalil-dalil yaqiniah (mutlak) dan menolak subhat dan dalil-dalil khilafiyah yang cacat”.
Aqidah adalah masalah fundamental dalam Islam, ia menjadi titik tolak permulaan muslim. Sebaliknya, tegaknya aktivitas keislaman dalam hidup dan kehidupan seseorang itulah yang dapat menerangkan bahwa orang itu memiliki akidah atau menunjukan kualitas iman yang ia miliki. Masalahnya karena iman itu bersegi teoritis dan ideal yang hanya dapat diketahui dengan bukti lahiriah dalam hidup dan kehidupan sehari-hari.

Manusia hidup atas dasar kepercayaannya. Tinggi rendahnya nilai kepercayaan memberikan corak ikepada kehidupan. Atau dengan kata lain, tinggi rendahnya nilai kehidupan manusia tergantung kepada kepercayaan yang dimilikinya. Sebab itulah kehidupan pertama dalam Isalam dimulai dengan iman.

Ajaran tentang kepercayaan dalam Islam mudah dimengerti dan sesuai dengan segala tingakatan intelek manusia, dari kaum awam sampai ke tingkat kaun sarjana, dan dari kaum buta huruf sampai kepada guru besar. Begitulah watak doktrin Islam! Yang demikian menyebabkan Nabi Muhammad saw. Cepat memperoleh pengikut yang banyak, manusia pada meninggalkan kepercayaannya yang lama yang tidak rasionil, menggantinya dengan kepercayaan Islam yang rasionil, karena cocok dengan fitrahnya. Tidak mengherankan, kalau Nabi hanya cukup 23 tahun berjuang dalam hidupnya menyeru manusia, sehingga boleh dikatakan seluruh jazirah Arabiah ketika itu telah memeluk keyakinan Islam secara suka rela. 


(Maria Ulfah, 2011, Makalah Ilmu Kalam, IAIN Antasari Banjarmasin, KI-BKI)

0 komentar:

Posting Komentar